Senja ini masih yang sama seperti sebelumnya, senja yang diselimuti muramnya langit, senja yang kuisi dengan merenung. Sebenarnya, kawan, akhir-akhir ini aku kembali sering merenungkan banyak hal. Dalam kepala aku bertanya, apa arti sahabat bagimu? Apakah sahabat berarti orang yang selalu ada disaat kau butuh? Apakah sahabat berarti orang yang akan selalu mendengarkan segala keluhmu? Apakah sahabat berarti orang yang akan selalu siap membantumu? Apakah sahabat berarti orang yang akan berusaha sekuatnya untuk membuatmu bahagia? Apakah sahabat berarti.... sebegitu remeh bagimu?

Teman, bagiku sahabat tidak seremeh itu.

Lalu apa beda sahabat dengan... budakmu? Karena kapanpun, budak, akan rela membantu, akan rela mendengarkan, dan akan rela membuatmu bahagia. Maaf, teman, tapi sahabat berarti jauh lebih dari itu. Sahabat itu.. baginya, bukan bagimu.

Bagiku, sahabat adalah orang yang akan selalu kuharap dan kurindu. Bagiku, sahabat adalah orang yang selalu ingin kutahu kabarnya. Bagiku, sahabat adalah yang kurela dan merela. Bagiku, sahabat adalah orang yang tak akan kubiarkan menyedih. Pun sahabat tidak akan membiarkanmu tersedu.

Lalu apa arti sahabat bagimu pabila kau buatnya sedu? Lalu apa arti sahabat bagimu pabila kau biarkan air mata darinya mengalir? Lalu apa arti sahabat bagimu pabila kabar pun tak ingin kau tau?

Sungguh,

Sebegitu remehkah sahabat bagimu?

Sebegitu mudahkah sahabat bagimu?

Sebegitu hinakah arti sahabat bagimu?

Lantas,

Apakah yang kulakukan selama ini tak berarti apapun bagimu? Apakah aku bukanlah sahabat yang pantas untukmu? Apakah aku dan sahabat lamamu sangat remehnya hingga begitu mudah kau mengecewakan kami? Apakah aku seremeh halte yang digunakan hanya untuk singgah?

Sudah cukup. Aku bukan persinggahan sementara untuk mengisi kekosonganmu, yang, nantinya pabila kamu menemukan yang baru, akan kembali dibiarkan tersedu, akan kembali bercerita pada cermin, akan kembali menyendiri.

Terima kasih, kawan lama.